Cari Blog Ini

Selasa, 29 Oktober 2013

Supply Chain Management/ Manajemen Rantai Pasok




SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)



Artikel ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok Mata Kuliah Manajemen Operasional

DOSEN PENGAMPU : WIJAYANTI, SE
 
 
 
 
 
 








 


  
Disusun Oleh :            KELOMPOK PARALEL


    1. Arif Sukoco                  122210058
    2. Eko wijiyatno              122210129  
    3. Ibnu Latif                     122210098
    4. Muh Hofar                   122210069





PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
TAHUN 2013







BAB I
PENDAHULUAN

Persaingan dalam industri distributor makin ketat dewasa ini. Salah satu hal yang membuat perusahaan distributor bertahan adalah penyediaan produk yang tepat bagi konsumen di waktu yang tepat, dan dalam biaya yang ekonomis. Ketersediaan produk dan harga jual yang ekonomis hanya dapat terjadi jika ada koordinasi yang baik antara perusahaan retail dengan pihak-pihak dalam rantai suplainya. Koordinasi antara pihak-pihak dalam rantai suplai tidak hanya melibatkan koordinasi persediaan saja, tetapi juga informasi tentang pasar yang berguna bagi perencanaan perusahaan. Kekurangan persediaan produk pada distributor akan berakibat kehilangan penjualan, sedangkan kelebihan tertentu akan berakibat menumpuknya produk dan meningkatnya biaya pemeliharaan persediaan. Selain itu, koordinasi dengan toko-toko cabang sebagai salah satu mata rantai suplai adalah penting, dimana kantor pusat dapat berbagi informasi dan mengumpulkan informasi mengenai masing-masing supllier agar pengelolaan suplai dan perencanaan penjualan produk dapat dilakukan dengan lebih baik. Dengan demikian peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor adalah sangat penting.
Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Manajemen Rantai Rasokan / Supply Chain Management ( SCM ). SCM adalah suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan. Manufakturing, dalam penerapan supply chain management (SCM), perusahaan-perusahaan diharuskan mampu memenuhi kepuasan pelanggan, mengembangkan produk tepat waktu, mengeluarkan biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahan produk, mengelola industri secara cermat dan fleksibel. Sekarang ini konsumen semakin kritis, mereka menuntut penyediaan produk secara tepat tempat dan tepat waktu. Sehingga menyebabkan perusahaan manufaktur yang antisipatif akan hal ini akan mendapatkan pelanggan sedangkan yang tidak antisipatif akan kehilangan pelanggan.



BAB II
ISI

     1.   Pengertian Supply Chain Management

Banyak yang mengkonotasikan supply chain sebagai suatu software. Bahkan ada yang mempersepsikan bahwa supply chain hanya dimiliki oleh perusahaan manufaktur saja. Sebagai disiplin, supply chain management memang merupakan suatu disiplin ilmu yang relative baru. Cooper (1997) bahkan menyebut istilah supply chain management baru muncul di awal tahun 90-an dan istilah ini diperkenalkan oleh para konsultan manajemen.
Supply chain dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Dari definisi tersebut, maka suatu supply chain terdiri dari perusahaan yang mengangkut bahan baku dari bumi/alam, perusahaan yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Bisa kita bayangkan bagaimanakah jaringan supply chain dari suatu produk tertentu. Kita ambil saja satu contoh barang yang sudah sangat kita kenal, mobil misalnya. Berbagai macam aktivitas dan perusahaan terlibat dalam pembuatan suatu mobil sampai ia ada ditangan konsumen akhir. Kalau kita lihat dari titik perusahaan perakitan sampai aliran barang ke konsumen, mungkin akan terlihat sederhana. Dari perakitan akhir, mobil-mobil akan di distribusikan melalui dealership sampai mobil-mobil ini ada di showroom-showroom untuk akhirnya sampai ke pemakai. Pada rantai jaringan inipun juga terlibat jaringan after sales services (pelayanan setelah penjualan) yang siap melayani konsumen mulai dari perawatan dilengkapi dengan supply komponen pengganti.
Kalau kita tarik dari perakitan sampai ke bahan baku, maka jaringan supply chain ini akan semakin kompleks. Berbagai komponen, modul dan sub komponen yang terlibat untuk dapat dirakitnya suatu mobil. Di titik paling hulu adalah industri yang menghasilkan plastik, baja/besi, aluminium, dan karet untuk ban, gasket dan komponen dari karet lainnya, serta kulit yang digunakan untuk jok mobil. Bisa kita bayangkan, ada ribuan aktivitas yang terlibat.
Nah, dari gambaran dan definisi diatas maka kita bisa lihat bahwa supply chain sebagai suatu aktivitas ataupun proses bisnis akan selalu ada. Dan bahkan keberadaannya telah ada sejak suatu aktivitas transformasi barang dan pendisitribusiannya ke konsumen akhir dimulai. Jadi, apakah suatu perusahaan menerapkan prinsip-prinsip manajemen supply chain atau tidak, perusahaan tersebut akan tetap menjadi bagian dari suatu supply chain. Bahkan perusahaan bisa menjadi bagian lebih dari satu supply chain sekaligus. Sekarang ini, supply chain tidak hanya melibatkan aliran barang dari hulu ke hilir tetapi juga melibatkan aliran barang sebaliknya yaitu dari konsumen kembali ke manufacturer, atau yang disebut dengan reverse supply chain. Aktivitas-aktivitas reverse supply chain meliputi: pengembalian produk cacat, services and maintenance, ataupun aktivitas daur ulang.
Dengan definisi dan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa supply chain merupakan suatu rangkaian proses-proses dan aliran yang terjadi di dalam dan diantara tahapan rantai pasok yang berbeda dan berkombinasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas suatu produk. Konsep supply chain ini mengintegrasikan secara efisien antara pemasok, perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang yang diproduksi dan didistribusi dengan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
Sedangkan Supply Chain Management (SCM) adalah filosofi management yang secara terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang kompeten untuk digabungkan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu supply chain untuk memasuki sistem supply yang berkompetitif tinggi dan memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa, dan informasi untuk menciptakan sumber nilai pelanggan
Terkadang Supply chain management ini disamakan dengan Manajemen logistik, tetapi sebenarnya ada perbedaan yang cukup mendasar antara supply chain management dengan manajemen logistik yaitu terletak pada orientasi atau cara pandang. Manajemen logistik lebih memfokuskan pada pengoptimalan rencana orientasi dan kerangka kerja berupa pembuatan rencana tunggal untuk aliran produk dan informasi di dalam perusahaan sedangkan supply chain management merasa tidak cukup hanya integrasi dibagian dalam saja, tetapi juga bagian luar perusahaan yang meliputi supplier dan pelanggan.

    2.    Perkembangan Supply Chain Management

Yang melatarbelakangi berkembangnya konsep SCM adalah akselerasi perubahan lingkungan bisnis disebabkan berkembangnya secara cepat faktorfaktor penting, antara lain:
a. Tuntutan konsumen yang semakin kritis.
b. Infrastruktur telekomunikasi, informasi, transportasi, dan perbankan yang semakin canggih memungkinkan berkembangnya model baru dalam aliran material / produk.
c. Daur hidup produk sangat pendek seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar.
d. Kesadaran konsumen akan pentingnya aspek sosial dan lingkungan dalam kehidupan, menuntut industri manufaktur memasukkan konsep-konsep ramah lingkungan mulai dari proses perancangan produk, proses produksi maupun proses distribusinya
Menurut Ross, F.D (2003), awal perkembangan konsep SCM didasarkan pada dua fakta yaitu bahwa pada tahun 1960-an pabrikan dituntut untuk menurunkan biaya produksi dan perkembangan teknologi informasi khususnya internet yang mampu membantu merealisasikan suatu sistem terpadu sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya bukan saja pada lingkup satu perusahan saja.
Supply Chain mencakup 3 bagian :
1.   Upstream Supply Chain
Bagian ini mencakup supplier first-tier dari organisasi (dapat berupa perusahaan manufaktur atau asembling) dan suppliernya, yang didalamnya telah terbina suatu hubungan/relasi.
2.    Internal Supply Chain
Bagian ini mencakup semua proses yang digunakan oleh organisasi dalam mengubah input yang dikirim oleh supplier menjadi output, mulai dari waktu material tersebut masuk pada perusahaan sampai pada produk tersebut didistribusikan ke luar perusahaan tersebut.
3.   Downstream Supply Chain
Bagian ini mencakup semua proses yangterlibat dalam pengiriman produk pada customer akhir.
Sedangkan aktivitas yang terjadi dalam Manajemen Rantai Pasokan adalah :
a.      Meramalkan permintaan pelanggan
b.      Membuat jadwal produksi
c.      Menyiapkan jaringan transportasi
d.      Memesan persediaan pengganti dari para pemasok
e.      Mengelola persediaan: bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi
f.       Menjalankan produksi
g.      Menjamin kelancaran transportasi sumber daya kepada pelanggan
h.   Melacak aliran sumber daya material, jasa, informasi, dan keuangan dari pemasok, di dalam perusahaan, dan kepada pelanggan.

3.     Tujuan Utama Supply Chain Management

  1. Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen.
  2. Mengurangi biaya.
  3. Meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan).
  4. Mengurangi waktu.
  5. Memusatkan kegiatan perencanaan dandistribusi.

4.    Manfaat Supply Chain Management

Apabila Supply Chain Management diterapkan dengan baik maka dapat memberi manfaat antara lain :
1.      Kepuasan pelanggan.
Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2.      Meningkatkan pendapatan.
Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan terbuang percuma, karena diminati konsumen.
3.      Menurunnya biaya.
Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4.      Pemanfaatan asset semakin tinggi.
Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan SCM.
5.      Peningkatan laba.
Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6.      Perusahaan semakin besar.
Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.

5.       Penerapan Supply Chain Management

Dalam hal ini penerapan supply chain management di masa seperti ini cocok di terapkan, karena system ini memiliki kelebihan dimana mampu mengatur aliran barang atau produk dalam suatu rantai supply. Dalam hal ini, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan konsumen. Penggunaan SCM bagi perusahaan-perusahaan beberapa bidang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, saat ini masih sangat terbatas. Dimana hubungan antara setiap sub sistem yang terlibat pada umumnya masih tersekat-sekat, sehingga sulit untuk bersaing di pasar bebas. Hal tersebut dapat dilihat antara sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir yang disebabkan oleh sub sistem banyak diperankan oleh pengusaha dalam skala produksi kecil, dan tidak memiliki posisi tawar yang kuat.
Di Indonesia bisa diterapkan secara maksimal dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang menghambat system ini, dalam hal ini solusi yang dapat dilakukan yaitu harus mentransformasikan struktur yang tersekat dan terpisah tersebut kepada struktur integrasi yang vertikal. Hal tersebut dimaksudkan untuk memadukan sub sistem hulu sampai dengan hilir dalam satu keputusan manajemen. Upaya tersebut dikembangkan dengan bentuk-bentuk yang mampu mengakomodasi pelaku-pelaku industri dari setiap sub sistem yang ada. Beberapa langkah yang bisa diambil untuk perbaikan system sehingga SCM ini dapat berkembang secara baik di Indonesia antara lain;
1.Penekanan pada upaya pembangunan dan pemeliharaan dalam rantai, yaitu pembentukan hubungan antar rantai agar lebih spesifik, misalnya pada volume, mutu, distribusi, tergantung kekurangan pada bidang usaha sehingga terbentuk pola yang terpadu dan saling terkait;
2.  Pengontrolan terhadap persediaan pasokan harus dilakukan sehingga effisien dalam biaya, misalnya dalam hal ini jumlah pasokan disesuaikan dengan jumlah produk yang dapat dijual yang menghasilkan kestabilan persediaan bahan baku dan tidak terjadi penumpukan stok yang berakibat pada peningkatan biaya penyimpanan;
3.  Dalam penentuan lokasi dan transportasi dalam rantai jaringan dibuat dengan perhitungan dan memperhatikan dampak terhadap biaya persediaan, dalam hal ini akan berpengaruh pada tingkat kepekaan konsumen, oleh karena itu evaluasi terhadap hal ini sangat perlu dilakukan;
4. Pembentukan system informasi antara yang bertugas dalam pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi kepada setiap stakeholder yang dilandasi dengan kepercayaan, dengan ini akan mendukung kinerja dan produktivitas dari masing masing anggota rantai.
Dalam penerapan SCM ini perlu juga memperhatikan hal-hal yang perlu dihindari yang akan menghambat system ini, hal-hal tersebut antara lain;
1.      Pengukuran kinerja yang tidak didefinisikan dengan baik.
2.   Customer service tidak didefinisikan dengan jelas, dan tidak ada ukuran    keterlambatan respon dalam pelayanan.
3.      Status data pengiriman yang terlambat dan tidak akurat
4.      Sistem informasi tidak efisien.
5.      Dampak ketidakpastian diabaikan.
6.      Kebijakan inventori terlalu sederhana.
7.      Koordinasi antar aktivitas suplai, produksi,dan pengiriman tidak bagus.
8.      Analisis metode metode pengiriman tidak lengkap.
9.      Definisi ongkos ongkos persediaan tidak tepat.
10.  Adanya kendala komunikasi antar organisasi.
Memang saat ini di Indonesia penerapan SCM ini belum bisa dikembangkan karena mungkin terjadi kendala seperti yang disebutkan di atas, tapi dengan mengidentifikasi system yang menjadi kendala dan memperbaiki system tersebut dan mentaati semua aturan dari Supply Chain Management diyakini perkembangan industri di Indonesia akan semakin maju karena system ini sudah teruji di beberapa negara maju dalam sektor industrinya. Inti dari system ini adalah koordinasi antar rantai dan juga pemikiran untuk memaksimalkan kinerja untuk kepuasan antar rantai, dan juga kepercayaan di dalam rantai tersebut.



BAB III
PENUTUP

1.                  Kesimpulan
Adanya Supply Chain Management dalam perusahaan dimungkinkan peningkatan efektifitas dan efisiensi dalam proses pembelian bahan baku, pemenuhan pesanan customer serta proses distribusi barang jadi. Penerapan supply chain management di masa seperti ini cocok di terapkan, karena system ini memiliki kelebihan dimana mampu mengatur aliran barang atau produk dalam suatu rantai pasokan.






DAFTAR PUSTAKA



Deasy Christiana Dewi (2009), Sistem Informasi Manajemen, Fakultas Ekonomi

Manajemen, Universitas Widya Mandala, Madiun






Tidak ada komentar:

Posting Komentar